PENGATURAN PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN REGULATION OF SUPERVISION OF THE DRUG AND FOOD CONTROL AGENCY (BPOM) IN CONSUMER PROTECTION

Authors

  • David Prabowo Universitas Balikpapan
  • Dede Kurniawan Universitas Balikpapan

Keywords:

Pengawasan, Obat dan Makanan, Konsumen

Abstract

Pembentukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan realisasi kelembagaan dalam jaminan perlindungan hak konsumen dan sebagai pelaksana teknis peraturan perundang-undangan di atasnya. BPOM didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Berdasar pada ketentuan tersebut, BPOM diberikan tugas di bidang pengawasan obat dan makanan, yang beredar di dalam negeri, produk yang dihasilkan dari dalam negeri atau produk impor. Salah satu kegiatan BPOM melakukan uji sampling terhadap makanan dan minuman yang beredar untuk mengetahui kandungan makanan terhadap zat yang berbahaya, dan hal tersebut adalah bagian dari bentuk perindungan konsumen, agar konsumen mendapatkan kelayakan makanan dan minuman yang aman untuk dikonsumsi. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. LPND ini dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. Sehingga kedudukannya berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kendatipun demikian, dalam melaksanakan tugasnya masingmasing LPND wajib berkoordinasi kepada menteri terkait. Khusus untuk Badan POM berkoordinasi kepada Menteri Kesehatan RI. Sehingga dapat dipahami bahwa Kepala Badan POM berada di bawah koordinasi Menteri Kesehatan sebagai penanggung jawab tertinggi urusan pemerintah di bidang Kesehatan. Badan POM tidak memiliki unit pelaksana teknis di setiap kabupaten/kota. Hal ini tentu membuat area yang harus diawasi oleh setiap Balai/Balai Besar POM menjadi sangat luas. Untuk beberapa provinsi yang memiliki kepulauan ataupun kondisi geografis yang masih terisolir maka akan cukup menyulitkan. Tidak adanya unit pelaksana teknis di setiap kabupaten/kota membuat Balai/Balai Besar POM di provinsi harus bisa memilah tingkat prioritas wilayah pengawasannya. Tentunya harus ada skala prioritas terhadap beberapa wilayah yang dinilai rawan akan terjadinya pelanggaran hukum dibidang obat dan makanan.

Downloads

Published

2021-04-01

Issue

Section

Articles